Selasa, 10 April 2012

KAMI (JIN) MENDENGARKAN AL-QUR’AN YANG MENAKJUBKAN


}  PENDAHULUAN
Secara etimologis kata Al-Jin berasal dari kata Jannah artinya bersembunyi. Dinamai al-Jin karena tersembunyi dari pandangan manusia. Kata lain yang berasal dari kata jannah adalah junnah, artinya perisai, dinamai demikian karena menyembunyikan kepala prajurit yang memakainya;  jannah artinya sorga atau taman, dinamai demikian karena taman tersembunyi oleh pohon-pohon yang rindang; janin artinya jabang bayi, dinamai demikian karena tersembunyi di dalam perut ibu (Al-Jazairy, tt, hal. 211)
Kata Iblis menurut sebagian ahli bahasa berasal dari kata ablasa artinya putus asa. Dinamai iblis karena dia putus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah SWT (Sayid Sabiq, 1986, hal. 219).
Kata Syaitan berasal dari kata Syatana artinya menjauh.  Dinamai syaitan karena jauhnya dari kebenaran. (Shabuni, 1977, hal.17)
Secara terminologis, Jin adalah sebangsa makhluk ghaib (makhluk rohani) yang diciptakan oleh Allah SWT dari api, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." (QS. al-Hijr, 15: 27).
Bangsa Jin juga mukhalaf (diperintahkan untuk mengerjakan syari'at agama) sebagaimana halnya manusia:
"Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir." (QS. al-An'am, 6: 130).
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. adz-Dzariat, 51: 56).
Bangsa Jin itu ada yang patuh dan ada yang durhaka kepada Allah SWT, sebagaimana dinyatakan oleh Allah:
"Dan sesungguhnya di antara kami (bangsa Jin) ada yang shaleh ada pula yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (QS. al-Jin, 72: 11).
"Dan sesungguhnya di antara kami ada yang taat dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam." (al-Jin, 72: 14-15).
Tatkala Allah SWT memerintahkan kepada bangsa Jin untuk sujud kepada Adam bersama dengan para Malaikat, salah satu dari mereka menentang. Yang menentang itulah yang dikenal dengan Iblis, sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (QS. al-Baqarah, 2: 34).
Iblis itulah nenek moyang seluruh Syaitan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allah SWT dan bertekad untuk menggoda umat manusia (anak cucu Adam) mengikuti langkah mereka menentang perintah Allah SWT.
Ringkasnya Jin adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari api, mukallaf seperti manusia, di antara mereka ada yang patuh dan ada yang durhaka. Yang durhaka pertama kali adalah Iblis, anak cucunya disebut syaitan.
l Secara terminologis, Jin adalah sebangsa makhluk ghaib (makhluk rohani) yang diciptakan oleh Allah SWT dari api, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." (QS. al-Hijr, 15: 27).
l Bangsa Jin juga mukhalaf (diperintahkan untuk mengerjakan syari'at agama) sebagaimana halnya manusia:
"Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir." (QS. al-An'am, 6: 130).
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. adz-Dzariat, 51: 56).
l Bangsa Jin itu ada yang patuh dan ada yang durhaka kepada Allah SWT, sebagaimana dinyatakan oleh Allah:

"Dan sesungguhnya di antara kami (bangsa Jin) ada yang shaleh ada pula yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (QS. al-Jin, 72: 11).
"Dan sesungguhnya di antara kami ada yang taat dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam." (al-Jin, 72: 14-15).
l Tatkala Allah SWT memerintahkan kepada bangsa Jin untuk sujud kepada Adam bersama dengan para Malaikat, salah satu dari mereka menentang. Yang menentang itulah yang dikenal dengan Iblis, sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (QS. al-Baqarah, 2: 34).
l Iblis itulah nenek moyang seluruh Syaitan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allah SWT dan bertekad untuk menggoda umat manusia (anak cucu Adam) mengikuti langkah mereka menentang perintah Allah SWT.
l Ringkasnya Jin adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari api, mukallaf seperti manusia, di antara mereka ada yang patuh dan ada yang durhaka. Yang durhaka pertama kali adalah Iblis, anak cucunya disebut syaitan.
}  TAFSIR SURAT AL-JIN
 (Surat 72: 28 ayat, diturunkan di Makkah, Tafsir Al-Azhar, Juz XXIX hal.149)
Surat al-Jin, yang diturunkan di Makkah juga, adalah surat 72 dalam susunan al-Qur'an. Dia mengandung 28 ayat.
Di dalam al-Qur'an telah bertemu uraian tentang al-Jin itu pada 22 tempat, dan di ayat yang lain disebut juga jinnat dengan arti yang sama. Di dalam surat 51, Surat adz-Dzariat ayat 56 diterangkan dengan jelas:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. adz-Dzariat, 51: 56).
Dengan sebab yang demikian, tidaklah diragukan lagi bahwa percaya akan adanya jin sebagai makhluk, di samping manusia adalah termasuk bahagian dari Iman. Diterangkan pula di dalam al-Qur'an bahwa manusai bersama jin yang tidak melaksanakan Allah SWT dengan baik akan dilemparkan ke dalam neraka jahanam. Di dalam surat 55, ar-Rahman ayat 15; al-Hijr, 15: 27  diterangkan bahwa jin itu terjadi daripada nyala api. Di dalam surat 18, al-Kahfi, ayat 50 dijelaskan pula bahwa Iblis yang kerap disebutkan sebagai pembangkang kepada Nabi Adam itu adalah dari keturunan jin juga. Dan Iblis pun mengakui ketika dia menyombong bahwa dia lebih mulia dari manusia, bahwa dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah.
Dari Hasan al-Bishri berkata, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
"Dijadikan Malikat daripa Nur (cahaya), dijadikan Iblis daripada nyala api, dijadikan Adam dari apa yang telah disebut kepada kamu. Di waktu-waktu mendesak, menggelagaklah periuk memuntahkan isinya, dan tabiatnya mengkhianatinya apabila datang waktunya. (Riwayat Muslim dari Aisyah)
Artinya, karena Iblis itu berasal dari api, ketika diperintah untuk bersama-sama dengan malaikat bersujud kepada Adam, kembalilah dia kepada tabiatnya yang asli. Sebab kesalihan dan kepatuhan bukanlah asal kejadiannya, dia pun kembali kepada tabiat aslinya. Sama juga dengan kucing yang dilatih memegang lampu ketika Raja mengadakan jamuan makan malam. Seketika seekor tikus melompat tidak berapa jauh dari tempat itu, si kucing kembali ke tabiat asalnya. Dia lupa akan lampu yang dia pegang, bahkan secepat kilat dia melompat mengejar tikus itu.
Surat 72 ini khusus dinamai Surat al-Jin karena dari ayat 1 sampai kepada ayat 19 adalah cerita yang berhubungan dengan Jin belaka. Boleh dikatakan sebagai uraian dari ayat yang tersebut dalam surat adz-Dzariat ayat 56 yang telah kita salinkan di permulaan pendahuluan ini, yaitu bahwasannya Nabi Muhammad saw itu diutus bukan semata-mata kepada jenis manusia saja, melainkan kepada manusia dan jin Demikian pula yang disebutkan pada surat 6 al-An'am ayat 130).
Dengan ayat-ayat ini, kita akan mendapat penjelasan bahwa jin itu adalah makhluk Allah belaka yang tidak mempunyai keistimewaan sehingga mengetahui akan yang ghaib, atau yang akan terjadi sebagaimana disangka-sangka orang. Malahan di dalam Surat 34 Saba', ayat 14, dijelaskan bahwa Jin itu diperintah oleh Nabi Sulaiman untuk mengerjakan pembangunan Masjidil Aqsha atau Rumah Ibadat yang mulia itu. Mereka pun turut bekerja dengan patuhnya. Tiba-tiba Nabi Sulaiman meninggal dunia sedang duduk di atas kursinya bertelekan kepada tongkatnya. Tidak seorang pun para pekerja, baik manusia ataupun jin tahu beliau telah meninggal. Sebab itu orang bekerja keras meneruskan pembangunan itu sampai selesai. Setelah selesai pekerjaan-pekerjaan yang penting, tiba-tiba terjatuhlah jenazah yang mulia itu dari tempat duduknya. sebab tongkat tempat beliau bertelekan telah patah, dimakan oleh anai-anai (rayap) yang menjalar dari tanah. Di situ, di ujung ayat dijelaskan, kalau memang jin itu mengetahui akan yang ghaib, baik tanggal matinya Nabi Sulaiman, atau yang duduk itu bukan Sulaiman yang hidup lagi, melainkan jenazah Nabi Sulaiman, tidaklah mereka akan menderita siksaan begitu lama, yaitu siksaan kerja keras tidak berhenti-henti karena melaksanakan perintahnya. Demikian pula  manusia seperti halnya Jin, tidaklah mereka mengetahui akan yang ghaib melainkan mereka saat itu tidak mengetahui akan kematian Rajanya, Nabi Sulaiman. Allah SWT berfirman:
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (QS. Al-An'am, 6: 59).



}  CERITA KAUM JIN
Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas ra. (yang maknanya saja kita nukilkan di sini), bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. diiringkan oleh beberapa orang sahabat beliau pergi bersama-sama menuju pasaran 'Ukadz. Kononnya pada waktu itu dalam kalangan syaitan-syaitan timbul hiruk-pikuk tidak berketentuan, karena perhubungan dari langit terputus, sehingga berita dari langit tidak ada lagi yang menetes turun ke muka bumi. Bahkan melayanglah apa yang sekarang kita namai meteor, yaitu batu pecahan bintang yang cepat sekali melayang di udara. Yang menurut keterangan dari Allah SWT dalam wahyu, meteor itu adalah semacam panah Tuhan yang dipanahkan kepada syaitan-syaitan atau jin yang mencoba memasang telinga hendak mendengar berita-berita langit. Maka di saat Rasulullah Saw. itu pergi menuju pasar 'Ukadz , yaitu pasaran tahunan tempat orang-orang jahiliyah berjual beli dan berlomba syair, tertutup samasekali berita langit itu, bahkan batu meteor melayang di udara, tandanya ada syaitan kena panah.
Lalu terjadilah keributan dalam kalangan jin-jin mempertanyakan apa sebab jadi begini. Maka yang terkemuka di antara mereka menyuruh anak buahnya menyelediki ke seluruh permukaan bumi, ke timur dan ke barat untuk menyelidiki apa sebab terjadi demikian.
Tersebutlah bahwa di antara yang disuruh itu sampailah ke lembah Tihamah. Di satu perkebunan korma bertemulah mereka dengan rombongan Rasulullah Saw. yang hendak menuju pasar 'Ukadz itu. Didapati Rasulullah sedang melakukan shalat subuh diikuti oleh sahabat-sahabatnya. Beliau membaca al-Qur'an dengan jahar. Lalu mereka dengarkan dengan tekun.
Sesudah mereka dengarkan, kembalilah mereka kepada tempatnya berkumpul dengan kawan-kawannya tadi, lalu dia berkata: "Kami telah mendengar al-Qur'an, sungguh mena'jubkan sekali kandungannya. Dia memberi petunjuk kepada jalan yang bijaksana, jalan yang cerdik dan benar. Karena telah percaya akan isi al-Qur'an itu dan mulai sekarang kami tidak mau lagi mempersekutukan Tuhan kami dengan yang lain sesuatu jua pun."
Inilah beberapa riwayat Bukhari dan Ibnu Abbas itu asal-usul turun ayat.  Ada lagi dua tiga hadis yang lain yang hampir sama maknanya dengan hadis ini. Muslim pun meriwayatkan juga dengan susun kata yang lain.
}  TAFSIR: AYAT 1-7
}  KAMI MENDENGAR AL-QUR’AN YANG MENAKJUBKAN
Allah SWT. berfirman:
[(1). Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur'an), lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur'an yang menakjubkan; (2). (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami;  (3). dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak; (4). Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah; (5). dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah; (6). Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan; (7). Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul) pun,” (QS. A-Jin,72: 1-2).
TAFSIR:
Allah SWT berfirman
 (QS. al-Jin, 72: 1).
"Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan,"
"Katakanlah!" (pangkal ayat 1). Yaitu perintah Tuhan kepada Rasulullah saw. supaya hal ini beliau sampaikan kepada manusia. Ini adalah permulaan wahyu: "Telah diwahyukan kepadaku, bahwasannya telah mendengar sekumpulan dari Jin," yaitu bahwa sekumpulan dari jin telah mendengar bunyi al-Qur'an seketika Rasulullah melakukan shalat subuh bersama sahabat-sahabat beliau dengan suara jahar itu, lalu didengarkan baik-baik oleh jin itu; "Lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengar al-Qur'an yang mena'jubkan itu." (ujung ayat 1).
(QS. al-Jin, 72:2).
"(yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan kami."
Lalu al-Jin itu meneruskan lagi bagaimana kesan yang tinggal dalam diri mereka mendengar bunyi al-Qur'an: "Memberi petunjuk kepada jalan yang bijaksana." (pangkal ayat 2). Inilah kesan pertama yang tinggal dalam diri mereka setelah al-Qur'an dibaca Nabi. Mula-mula mereka ta'jub, merasa heran tercengang-cengang mendengar ayat itu dibaca. Sebabnya ialah karena isi kandungan teramat bijaksana sekali, sehigga tidak ada jalan buat membantah dan menolak, kalau hati benar-benar bersih; "Maka kami pun berimanlah kepadanya." Setelah mengakui bahwa isi al-Qur'an itu penuh dengan petunjuk kepada kebijaksanaan, tidak dapat tidak mestilah timbul Iman atau Kepercayaan akan kebenaran isinya. Maka oleh sebab telah mengaku beriman kepada al-Qur'an dengan sendirinya timbullah akibat dari iman itu, yaitu: "Dan sekali-kali tidaklah kami akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami." (ujung ayat 2).
Dari ayat ini, dan berdasar kepada Hadis Ibnu Abbas ra. ini, ahli tafsir al-Mawardi mengambil kesan; bahwa Jin beriman setelah mendengar al-Qur'an. Ar-Razi mengambil kesan bahwa Jin pun faham rupanya akan bahasa manusia. Dan kesan lain lagi ialah bahwa  jin yang beriman melakukan da'wah pula kepada sejenisnya yang belum beriman.
Dan didapat pula kesan, setelah dipersambung- kan dengan ayat yang telah kita salinkan di pendahuluan yang mengatakan bahwa Iblis adalah bangsa jin dan yang dalam surat ar-Rahman, bahwa jin terjadi daripada nyala api, bahwa di antara jin dan Iblis, dan kadang-kadang disebut juga 'ifrit, semuanya itu adalah makhluk ciptaan Allah dari jenis yang satu, tetapi ada yang kafir sebagaimana telah kita lihat pada kisah iblis tidak mau sujud kepada Adam ketika diperintah oleh Tuhan, dan ada pula yang Islam sebagaimana yang kita lihat dengan jelas dalam ayat ini. Cuma dalam pemakaian bahasa sehari-hari saja telah kita biasakan menyebut bahwa Iblis seluruhnya adalah kafir dan jin ada yang Islam.
Dalam ayat pertama ini pun dapat kita memahamkan bahwa Nabi Muhammad saw. sendiri tidaklah bertemu berhadapan dengan jin yang menyatakan diri beriman setelah mendengar Nabi Muhammad membaca al-Qur'an dengan jahar di kala shalat subuh itu. Bahkan ayat membayangkan bahwa Nabi sendiri pun tidak tahu-menahu. Baru beliau tahu setelah wahyu ini datang memberitahukan.
Kemudian bertemu lagi sebuah hadis yang dirawikan oleh Muslim dalam shahihnya; Dia berkata: "Telah mengatakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna, telah menyatakan kepada kami Abdul A'laa, telah menyatakan kepada kami Daud yaitu Abnu Abi Hindin, diterimanya dari Amir. Amir ini berkata: "Aku tanyakan kepada 'Alqamah: "Adakah Ibnu Mas'ud turut menyaksikan bersama Rasulullah seketika terjadi malam kedatangan jin itu?" Alqamah pun menjawab: "Aku pun telah menanyakan kepada Ibnu Mas'ud, adakah dia turut bersama Rasulullah di malam kedatangan  jin itu?"
Abdullah bin Mas'ud menjawab: "Tidak!" Tetapi yang kejadian ialah bahwa pada suatu malam pergi bersama Rasulullah. Lalu kami kehilangan beliau, sampai kami cari-cari beliau ke balik-balik bukit dan ke lembah-lembah, namun tidak juga bertemu. Sampai ada di antara kami yang bertanya: "Lenyap!" Kemana?! Apa beliau telah dibunuh orang? Pendeknya pada malam yang semalam itu kami merasakan sangat risau. Setelah datang waktu subuh barulah beliau muncul dari jurusan Bukit Hira'. Lalu kami bertanya: "Engkau tiba-tiba hilang dari kami, ya Rasulullah! Ke mana saja engkau? Sehingga semalam ini kami dalam kesusahan semua!" Lalu beliau menjawab:
“Sesungguhnya telah datang kepadaku utusan dari jin, maka aku temui mereka dan kubacakan (Al-Qur’an) kepada mereka.”
Di hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Mas'ud dikatakan bahwa Rasulullah sampai menjumpai jin-jin itu. Imam Hadis yang terkenal al-Baihaqi mengatakan bahwa di antara kedua Hadis itu tidak berlawanan, melainkan keduanya itu sama-sama kejadian. Pada pertemuan yang dirawikan Bukhari dari Ibnu Abbas, dan yang jadi dasar dari ayat 1 surat al-Jin ini Nabi tidak sampai bertemu, hanya diberitahukan oleh Tuhan. Tetapi pada hadis Ibnu Mas'ud yang dirawikan oleh Muslim dijelaskan bahw Nabi sampai bertemu dengan mereka dan Nabi ajarkan al-Qur'an. Di Hadis dan riwayat lain yang dibawakan oleh Ibnu Ishaq dan tertulis dalam Sirat Ibnu Hisyam, ketika Nabi kembali dan melakukan da'wah kepada Kaum Tsaqiif di Thaif, di tengah-tengah jalan akan pulang ke Makkah datang tujuh jin menemui beliau dan menyatakan Iman akan al-Qur'an.
Dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Tirmidzi tersebut bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. membacakan Surat ar-Rahman di hadapan sahabat-sahabat beliau. Semua terdiam dan tafakur mendengar ayat-ayat yang mempesona itu, apatah lagi sesampai pada ayat yang selalu berulang-ulang:
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. (QS. Ar-Rahhman, 55: 47).
Melihat mereka duduk termenung tafakkur memasukkan pengertian isi ayat itu ke dalam jiwa mereka, bersabdalah Nabi saw: "Jin lebih mendalam sambutan mereka daripada kamu seketika ayat-ayat ini aku baca. Setiap aku sampai kepada ayat, "fabi aiyyi aalaa rabbikumma tukadzdzibaan". (Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”].  Jin-jin itu telah menyambut dengan ucapan: "Tidak aka satu pun nikmat Engkau yang kami dustakan, ya Tuhan. Bagi Engkaulah segala puji-pujian."
Firman Allah Ta’ala:
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". (QS. Al-Ahqaf, 46: 29).
Yakni dengarkanlah bacaan ini dengan penuh perhatian, ini menggambarkan etika dan sopan santun mereka kepada apa yang didengarnya. Al-Hafiz Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Iamam Abut Tayyib Sahl ibnu Muhammad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Muhammad ibnu Abudullah Ad-Daqqaq, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim Al-Busyanji, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar AdDimasyqi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Zuhair ibnu Mhammad Al-Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah ra. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca surat Ar-Rahman hingga selesai, kemudian beliau bersabda:
“Mengapa aku lihat kalian diam, sungguh jin lebih baik daripada kalian dalam hal jawabannya, karena tidak sekali-kali aku bacakan keapda mereka ayat ini, yaitu firman-Nya, “Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?” Melainkan mereka menjawab, “Tiadalah sesuatu pun dari tanda kebesaran atau nikmat-Mu yang kami dustakan, wahai Tuhan kami, segalah puji bagi Engkau.”
Firman-Nya:
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. (QS. Ar-Rahhman, 55: 47).
Allah SWT. telah menganugerahkan kepada dua jenis makhluk-Nya pahala dua surga bagi mereka yang berbuat baik dari kalangan keduanya.  Dan jin telah menjawab ayat ini dengan ungkapan rasa syukur yang lebih kuat dari manusia. Mereka mengatakan, “Tiada sesuatu pun dari tanda-tanda kebesaran dan nikmat-Mu yang kami dustakan, wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”
Dan  Allah tidak sekali-kali  menjanjikan pahala bagi mereka yang kemudian tidak mereka terima. Sesungguhnya apabila Allah membalas jin yang kafir dengan neraka sebagai keadilan dari-Nya, maka terlebih lagi bila Dia membalas jin yang mukmin dengan surga sebagai karunianya.
Riwayat Termidzi ini memperkuat riwayat Ibnu Mas'ud dan riwayat Ibnu Ishaq, bahwa pernah Nabi saw. berhadapan dengan jin-jin itu. Betapa tidak! Bukankah beliau pun diutus kepada jin di samping kepada manusia? Niscaya suda seyogyanya beliau pun bertemu dengan mereka. Dan itulah kelebihan beliau, sehingga dapat bertemu dengan makhluk yang tidak akan dapat ditemui oleh manusia-manusia biasa. Kejaidan ini sama halnya dengan kelebihan beliau saat Allah SWT meng-'Isra' Mi'rajkan ke langit, beliau dapat melihat isi neraka dan surga, penduduk pada lapisan-lapisan langit lainnya. Inilah yang disebut hukum 'Khas' (Khusus)
Tetapi, pada manusia-manusia biasa akan berlaku hukum 'am' (umum) yakni mereka tidak bisa melihat makhluk ghaib yang bernama Jin dan sebangsanya. Allah berfimran dalam surat 7 Al-A'raf ayat 27: "..Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka." (QS. al-A'raf, 7: 27).
(QS. al-Jin, 72: 3).
"dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak."
Dalam suku kata pertama, dengan segala kesungguhan jin itu menyatakan pengakuan atas Kemaha Tinggian Ilahi, setelah itu diakuinya pula Kebesaran-Nya, "Kebesaran Tuhan Kami". Mereka pun telah sampai ke dalam inti kepercayaan dengan lanjutan pengakuan mereka, "Tidaklah Dia mengambil istri dan tidak pula beranak." (ujung ayat 3).
Itulah pengakuan Tauhid sejati, yang telah sampai kepada puncaknya; bahwa Allah itu berdiri sendirinya. Maha tinggi;  tiada yang menyamai-Nya dalam ketinggian-Nya. "Kebesearan  Tuhan Kami," mutlak kebesaran itu, sehingga, "Tidaklah Dia mengambil isteri dan tidak pula beranak."
Sudah mesti, menurut akal yang sehat bahwa Tuhan Yang Maha Tinggi, Maha Mulia, Maha Agung dan mempunyai Kebesaran Yang Mutlak tidak beristeri. Karena beristeri adalah sifat dan alam kekurangan yang ada pada makhluk yang bernyawa. Allah mengadakan sifat alam "Berjantan-bertina" dengan syahwat faraj atau sex, untuk menyambung turunan. Karena kalau seseorang meninggal dunia, Allah mentakdirkan anaknya akan meneruskan kehidupan. Untuk beranak dia mesti beristri. Maka amat janggalah fikiran kalau sampai kepada kesimpulan bahwa Allah Yang Maha Agung itu memerlukan isteri, karena isteri akan memberinya anak. Tuhan tidaklah dapat diserupakan dengan  raja-raja penguasa dunia, yang cemas kalau dia tidak meninggalkan putera mahkota yang akan menyambut kekuasaan kalau datang masanya dia meninggalkan dunia.
(QS. al-Jin, 72: 4).
"Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah."
Lalu jin-jin yang telah Islam itu mengakui terus-terang bahwa dalam kelangan jin-jin itu sendiri ada yang bebal, berfikir kacau balau;  "Dan bahwasannya orang-orang yang bebal (kurang akal) di antara kami." (pangkal ayat 4). Yaitu yang berpikir kacau balau, yang jiwanya tidak bersih, yang pendapat akalnya tidak teratur, "Mengatakan terhadap Allah kata-kata yang tidak karuan." (ujung ayat 4).
Sebagai puncak kedustaan seperti yang dijelaskan di ayat sebelumnya. Yaitu mengatakan bahwa Allah beristeri dan kemudian itu Allah beranak. Misalnya dalam kalangan manusia pemeluk Kristen ada yang memandang Siti Maryam Ibu Isa Almasih atau Yesus Kristus adalah isteri Tuhan, sebab dia melahirkan "Putera" Tuhan, yaitu Isa Almasih atau Yesus Kristus. Dalam ayat cerita jin ini, kepercayaan demikian timbul dari jin yang safih, yang berarti bebal (kurang akal) yaitu berpikir tidak jernih, atau menutup pintu buat berpikir. Padahal semuanya itu adalah tidak masuk akal, kalau kita hendak mendalami siapa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa, atau Allah Subhanahu wa Ta'ala.

(QS. al-Jin, 72: 5).
"dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah."
Di ayat ini mereka menjelaskan diri mereka dengan “Kami” . Yaitu kami yang telah mengakui kebenaran Rasul, kami yang telah mendengar bacaan Nabi akan al-Qur'an di kala shalat subuh itu, atau kami yang telah menemui Nbai di malam gulita sehingga Ibnu Mas'ud dan sahabat-sahabat yang lain kehilangan hampir semalam suntuk, atau kami yang bertemu tujuh jin banyaknya di perjalanan pulang beliau dri Thaif. Mereka mengatakan berat persangkaan kami" Kami mengira…" atau artinya yang lebih jelas lagi: "Tidak berdetak di dhati kami, atau tidaklah mungkin kejadian: "Bahwasannya sekali-kali tidaklah akan mengatakan manusia dan jin terhadap Allah kata-kata yang dusta." (ujung ayat 5). Kata-kata yang tidak dapat dibertanggung-jawabkan. Karena Iman yang sejati tidaklah mungkin dicampur-adukkan dengan dusta.
(QS. al-Jin, 72: 6).
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.”
Yakni kamu dahulu berpandangan bahwa diri kami lebih utama daripada manusia karena mereka sering meminta perlindungan kepada kami, bila mereka berada di sebuah lembah atau suatu tempat yang mengerikan seperti di hutan dan tempat-tempta angker. Sebagaimana sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab masa Jahiliyah mereka; mereka meminta perlindungan kepada pemimpin jin di tempat mereka beristirahat agar mereka tidak diganggu olehnya. Perihalnya sama dengan seseorang dari mereka bila memasuki kota musuh mereka dibawah jaminan perlindungan orang besar yang berpengaruh di kota tersebut. Ketika jin melihat bahwa manusia itu selalu meminta perlindungan kepada mereka karena takut kepada mereka, maka justru jin-jin itu main membuatnya menjadi lebih takut, lebih ngeri, dan lebih kecut hatinya. Dimaksudkan agar manusia itu tetap takut kepada mereka dan lebih banyak meminta perlindungan kepada mereka, sebagaimana yang dikatakan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya:
“maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin, 72: 6).
Yakni makin menambah manusia berdosa, dan jin pun sebaliknya makin bertambah berani kepada manusia.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan dengan firman: “maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin, 72: 6). Artinya, jin makin bertambah berani kepada manusia. As-Saddi mengatakan bahwa dahulu bila seseorang melakukan perjalanan bersama keluarganya, dan di suatu tempat ia turun istirahat, maka ia mengatakan, “Aku berlindung kepada pemimpin jin lembah ini agar aku jangan diganggu atau hartaku atau anakku atau ternakku.” Qatadah mengatakan bahwa apabila dia meminta perlindungan kepada jin selain dari Allah, maka jin makin menambah gangguan kepada dia, dan membuatnya semakin takut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id alias Yahya ibnu Sa’id bin al-Qathan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnul Kharit, dari Ikrimah yang mengatakan baha dahulu jin takut kepada manusia, sebagaimana sekarang manusia takut kepada jin, atau bahkan lebih parah dari itu. Dan tersebutlah bahwa pada mulanya apabila manusia turun istirahat di suatu tempat, maka jin yang menghuni tempat itu bubar melarikan diri. Tetapi pemimpin manusia mengatakan, “Kita meminta perlindungan kepada pimpinan jin penghuni lembah ini.” Maka jin berkata, “Kita lihat manusia takut kepada kita, sebagaimana kita juga takut kepada mereka.” Akhirnya jin mendekati manusia dan menimpakan kepada mereka perasaan takut dihatinya, hingga kesurupan dan penyakit gila.
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.”
Al-Aufitelah  meriwayatkan  dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin, 72: 6).
Rahaqan artinya dosa dan kesalahan.
Demikianlah, surat ini seluruhnya mengakui bahwa jin itu memang ada! Dari sejak zaman jahiliyah lagi, orang sudah percaya adanya jin. Orang Arab jahiliyah ada kepecayaan bahwa di lekuk-lekuk tempat yang seram, di bukit, di gunung, di lembah ada jin-jin penguasa. Maka kalau mereka berjalan kemana-mana, mereka lebih dahulu memberi hormat kepada "penjaga" atau "penguasa" tempat itu.
Kepercayaan ini pun merata rupanya di mana-mana. Pada suku-suku bangsa kita di Indonesia, Melayu dan Jawa juga ada kepercayaan akan jin-jin itu. Berbagai namanya pada istilah kita; Dewa, dewi, peri, mambang, begu, hantu, orang sibunian, dan lain-lain sebagainya. Bangsa kita pun memuja dan memanggil mereka meminta hindarkan dari bala. Setiap tahun melayan di laut utara Pula Jawa menghantarkan sajen (sajian) kepala kerbau ke tangah-tengah laut untuk menghormati jin penguasa laut. Demikian pula di Pantai Timur Semenanjung Tanah Melayu (Kelantan, Terengganu). Mantera dukun-dukun di kampung bermacam-macam pula. Bahkan sampai sekarang di Sumatera Timur masih tertinggal kebiasaan 'menepung tawan' yang bermaksud memuja jin supaya jangan mengganggu kepada orang yang ditepung tawan itu.
Inilah yang dijelaskan oleh jin sendiri, pengkuan mereka kepada Allah, lalu disampaikan Allah berupa wahyu kepada Nabi kita Muhammad saw. dan disuruh Nabi kita menyampaikan kepada kita, di awal ayat 1 dengan kalimat "Qul", "Katakanlah! Artinya sampaikanlah kepada ummatmu, bahwa banyak laki-laki di antara manusia memperlindungkan diri kepada laki-laki dari kalangan jin-jin dan di bigak, nan di bigau, dan sebagainya itu; akibatnya bagaimana?
Tegas sekali rankaian pangkal ayat dengan ujung ayat. Ada manusia yang mencari perlindungan kepada jin, padahal tempat kita berlindung yang sejati ialah Allah. Bahkan kita disuruh berlindung kepada Allah daripada pengaruh syaitan yang dirajam. Sekarang si manusia itu berlaku terbalik; kepada jin atau syaitan mereka meminta perlindungan dari bahaya. Apa jadinya? Karena jin itu jelas sama-sama makhluk dengan dia, dan jin itu tidak mempunyai kuasa apa-apa, lantara dia yang dipuja oleh si manusia tadi, maka tidaklah kena alamat yang dituju. Maka menyombonglah jin dan syaitan, berlantas angan kepada manusia yang melindukan didrinya itu. Sebab tahu baha si manusia tidak tahu akan harga dirinya. Selanjutnya bukanlah manusia tadi menjadi tenang, bahkan menjadi bertambah kacau. Sebab bergantung kepada akar lapuk.
Memang ada jin yang kafir dan ada jin yang Islam. Meminta perlindungan kepada jin yang kafir yang "pemimpin besarnya" ialah Iblis, sudah terang melanggar larangan Allah sendiri:
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Faathir, 35: 6).
Kalau syaitan Iblis telah memusuhi kita, adakah pantas kita melindungkan diri kepadanya? Artinya melindungkan diri kepada musuh sendiri? Niscaya jalan yang seseatlah yang akan di anjurkan.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa kita boleh memperlindungkan diri atau dengan kata yang lebih halus "meminta tolong", dan kata yang lebih halus lagi "mengambil jin jadi khadam", itu pun tiada layak.
Di dalam al-Qur'an Tuhan menjelaskan bahwa Tuhan memuliakan Anak Adam, mengangkatnya tinggi di darat dan di laut, dan memberinya rezeki dengan yang baik-baik, dan melebihkan Anak Adam dari kebanyakan isi alam ini. Dan Tuhan menyatakan bahwa yang Tuhan jadikan khalifah di muka bumi adalah insa (manusia), bukan jin, bahka bukan malaikat.
Oleh sebab itu adalah amat janggal kalau manusia yang melindungkan diri kepada jin. Tentu saja kacau-balaulah manusia karena berkalang ketumpuan, yang lebih tinggi martabatnya merendahkan diri kepada yang lebih rendah. Tanda bukti lagi atas kemuliaan manusia ialah bahwa Nabi Muhammad seorang manusia diutus kepada manusia dan jin.
Di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, jin sendiri yang memberi ingat bahwa ada laki-laki dari kalangan manusia memperlindungkan diri kepada laki-laki dari kalangan jin, akibatnya ialah kacau balaulah fikiran. Maksud Allah menaikkan derajat kita mendekati Tuhan, menjadi orang yang bertaqwa sehingga lebih mulai di sisi Tuhan, bahka disuruh agar berdoa memohon kepada Tuhan, bukan saja menjadi orang yang bertakwa bahkan menjadi Imam pula dari orang yang bertakwa bukan menjadi khadam jin dan syaitan.
Mujahid menafsirkan sebagaimana terjemahan kita; yaitu karena manusia pergi memperlidungkan diri kepada jin, maka si jin itu menjadi sombong.
Tetapi Qatadah, Abul 'Aliyah, Rabi' dan Ibnu Zaid menafsirkan: "Oleh karena manusia telah pergi memperlindungkan dirinya kepada jin, dia pun diperbodoh oleh jin itu, sehingga kian lama fikirannya kian kacau, dan kian lama fikirannya kian takut kepada jin." Padahal Allah menentukan tempat takut hanyalah Allah.
Sadi bin Jubair menafsirkan, bahwa lantaran si manusia itu memperlindungkan diri kepada jin, maka bertambah lama bertambah condonglah si manusia tadi kepada kafir.
Al-Qurthubui menegaskan: "Tidak tersembunyi lagi bahwa pergi memperlindungkan diri kepada jin, bukan kepada Allah adalah syirik dan kufur."
Ada orang-orang "berdukun" yang katanya memelihara jin Islam. Jin itu katanya bisa disuruh-suruh. Malahan bisa disuruh mengambil mutiara ke dasar laut. Kalau dicari benar-benar fakta atau kenyataan dari berita ini, tidaklah bertemu pangkalnya yang benar dapat dipertanggung-jawaban.
Tidak juga mustahil bahwa ada jin itu disuruh Tuhan berkhidmat kepada manusia, tetapi itu hanya kemungkinan saja. Yang terang beralasan, baik dari al-Qur'an atau dari Hadis-hadis Nabi ialah bahwa malaikat bisa disuruh Tuhan mengawal manusia, karena teguh imanya. (Lihat surat 41, Fushshilat ayat 30).
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu."
Bersabda Nabi saw:
"Daripada Abu Hurairah ra. daripada Nabi saw. berkata dia: "Berkata Nabi saw.: "Apabila imam telah mengatakan "Sami'allahu liman hamidah" (Allah mendengar barangsiapa yang memuji-Nya), hendaklah dia menyambut dengan ucapan: "Allahmma rabbana lakal hamdu" (Ya Tuhanku! untuk Engkaulah sekalian puji). Maka barangsiapa yang bersamaan kata-katanya itu dengan kata-kata malaikat, niscaya akan diampuni mana ynag telah terdahulu dari dosanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist-hadist semacam ini banyak; Hadis malaikat bersama orang yang mengejar shaf pertama, malaikat bersama orang yang menyusun saf baik-baik. Hadist bahwa malaikat menyampaikan kepada Nabi saw, tiap-tiap shalawat dan salam yang diucapkan umatnya kepada Nabi saw.  dan lain-lain sebagainya.
(QS. al-Jin, 72: 7).
“Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul) pun.” (QS. Al-Jin, 72: 7).
Yakni Allah tidak akan mengutus seorang rasul pun sesudah masa itu. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Al-Kalabi dari Ibnu Jarir. p

}  TAFSIR: AYAT 8-10
}  LANGIT DIPENUHI PENJAGAAN
Allah SWT. berfirman:
[(8). dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, (9). dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (10). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (QS Al-Jin, 72: 8-20).
Allah SWT. menceritakan tentang keadaan jin ketika Dia mengutus Rasul-Nya Nabi Muhammad saw. dan menurunkan kepadanya Al-Qur’an. Dan tersebutlah bahwa diantara pemeliharaan (penjagaan) Allah kepada Al-Qur’an ialah Dia memenuhi langit dengan penjagaan yang ketat di semua penjuru dan kawasannya, dan semua setan diusir dari tempat-tempat pengingtaiannya, yang sebelumnya mereka selalu menduduki pos-posnya di langit. Agar setan-setan itu tidak mencuri-curi dengar dari Al-Qur’an, yang akibatnya mereka akan meyampaikannya kepada para tukang tenung yang menjeadi teman-teman mereka, sehingga perkara Al-Qur’an menjadi samar (mutasyabihat) dan campur aduk dengan yang lainnya, dengan cara mentakwil-takwil sesat serta tidak diketahui mana yang benar. Ini merupakan belas kasihan Allah SWT kepada makhluk-makhluk-Nya, dan sebagai pemeliharaan-Nya terhadap kitab-Nya yang mulia. Karena itulah maka jin mengatakan, sebagaimana yang diceritakan dalam firman-Nya:
[(8). dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, (9). dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (QS Al-Jin, 72: 8-9).
 Yaitu barang siapa di antara kami yang berani mencoba mencuri-curi dengan sekarang, niscaya ia akan menjumpai panah berapi yang mengintainya yang tidak akan luput dan tidak akan meleset darinya, bahkan pasti akan mengganyangnya dan membinasakannya.
(10). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (QS Al-Jin, 72: 8-10).
Yakni kami tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi dilangit, apakah keburukan yang dikehendaki bagi penduduk bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka?
Sebelum itu memang pernah juga terjadi pelemparan bintang-bintang yang menyala-nyala (meteor), tetapi tidak banyak terjadi, melainkan hanya sesekali saja dan jarang terjadi, seperti yang disebutkan di dalam hadits Al-Abbas, yang menceritakan bahwa kami sedang duduk bersama Rasulullah saw., tiba-tiba ada bintang yang dilemparkan (di langit) sehingga bintang itu menyala terang. Maka Rasulullah saw. bertanya, “Bagaimanakah pendapat kalian tentang peristiwa ini?” Kami menjawab, “Kami beranggapan bahwa ada seorang yang besar dilahirkan, atau ada orang besar meninggal dunia.” Maka Rasulullah saw. menjawab, “Bukan demikian, tetapi apabila Allah memutuskan suatu urusan di langit,” hingga akhir hadits.  Dalam surat Saba, 34: 23, Allah Ta’ala berfirman:
“Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar", dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Saba, 34: 23).
Imam Bukhari dalam kitab shahihnya sehubungan dengan tafsir ayat ini menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr, ia pernah mendengar Ikrimah mengatakan bahwa Ikrimah pernah mendengar Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
“Apabila Allah memutuskan suatu urusan di langit, maka para malaikat bergetar mengepak-ngepakkan sayapnya karena ketakitan terhadap firman-Nya, (dari sayap mereka keluar bunyi) seperti rantai (yang dijatuhkan) di tas batu licin. Dan apabila ketakutan telah dihilangkan dari hati mereka, maka (sebagian dari) mereka bertanya (kepada sebagian yang lain), “Apakah yang difirmankan oleh Tuhan kalian?” Maka mereka (yang ditanya) menjawab kepada penanya, “(Perkataan ) yang benar, dan Dialah Yang Mahatinggilagi Mahabesar.”
Lalu pembicaraan itu dicuri dengar oleh setan-setan yang mencuri-curi dengan berita darilangit. Setan-setan itu sebagian berada diatas sebagian yang lainnya. Sufyan (perawi memperagakan hal itu dengan membuka semua jari tangannya dan menyusunnya. Lalu setan itu mendengarkan pembicaraan tersebut, maka ia menyampaikannya kepada temannya yang ada dibawahnya, lalu si penerima berita menyampaikannya lagi kepada temannya yang ada di bawahnya. Demikianlah seterusnya hingga sampai pada setan yang paling bawah, lalu berita tersebut disampaikannya kepada penyihir dan tukang tenung. Dan barangkali setan yang ada di paling atas keb uru tertembak oleh bintang yang menyala nyala sebelum ia sempat menyampaikannya kepada setan yang ada dibawahnya. Barangkali pula setan itu sempat menyampaikannya sebelum terkena lemparan bintang menyala, maka ia mencampuri berita itu dengan seratus kedustaan darinya. Dan setan itu berkata, “Bukankah telah disampaikan kepada kita bahwa hari anu akan terjadi anu dan anu,” dan secara kebetulan bersesuaian dengan kalimat yang didengar dari langit.” Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Bukhari tanpa Imam Muslim melalui jalur ini. Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis lain, Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far dan Abdur Razzaq. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, duduk bersama sejumlah orang sahabatnya, yang menurut Abdur Razzaq dari kalangan Ansar. Lalu ada binang meteor yang terlempar mengeluarkan sinar yang terang. Maka Nabi Saw. bertanya, “Apakah yang akan kalian katakan bila melihat bintang seperti  itu di masa Jahiliah?” Kami menjawab, “Kami ktakan bahwa akan dilahirkan seorang yang besar atau akan mati seorang yang besar.”
Saya bertanya kepada Az-Zuhri,” Apakah di masa Jahiliah pun langit itu sudah dijaga dengan bintang-bintang tersebut?” Az-Zuhri menjawab, “Ya, tetapi di masa Nabi Saw. lebih diperketat.” Rasulullah Saw. bersabda :
“Sesungguhnya bingang-binang itu dilemparkan bukan karena matinya seseorang atau lahirnya seseorang, tetapi manakala Tuhan kita menetapkan suatu urusan (perintah), maka bertasbihlah para malaikat pemikul ‘Arasy, kemudian bertasbih pula penduduk langit (para malaikat) yang ada di bawah mereka, sehingga tasbih sampai kepada penduduk langit yang terdekat. Kemudian penduduk langit yang ada di bawah para malaikat pemikul ‘Arasy,  bertanya, dan mereka mengatakan kepada para malaikat pemikul ‘Arasy, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?” Lalu malaikat pemikul ‘Arasy menceritakannya kepada mereka, selanjutnya para malaikat penerima berita itu menyampaikannya kepada penduduk langit yang ada di bawah mereka, sehingga b erita itu sampai kepada para malaikat yang ada di langit yang terdekat ini. Dan jin mencuri dengan berita itu, lalu mereka dilempari (dengan bingtang tersebut). Maka apa yang disampaikan olleh para jin itu dengan apa adanya adalah benar, tetapi para jin itu selalu mencampuradukkannya dengan tambahan-tambahan dari mereka sendiri.”
Hadis lain, Ibnu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf dan Ahmad ibnu Mansur ibnu Sayyar Ar-Ramadi, sedangkan teks hadis dari Muhammad ibnu Auf. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Na’im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Abdur Rahman menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Abdullah ibnu Abu Zakaria, dari Raja ibnu Haiwah, dari An-Nawwas ibnu Sam’an  r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“Apabila Allah Swt. hendak memutuskan suatu perintah, maka Allah berfirman mengutarakannya; dan apabila Allah berfirman, maka semua langit bergetar atau berguncang keras karena takut kepada Allah Swt. Dan apabila penduduk langit mendengar firman itu, maka mereka pingsan dan b ersujud kepada Allah. Dan mula-mula malaikat yang mengangkat kepalanya adalah Jib ril a.s Lalu Allah berfirman kepada Jibril mengutarakan perintah yang dikehendaki-Nya. Lalu Jibril a.s. turun menjumpai para malaikat; setiap kali ia melewati suatu langit, maka para penduduknya menanyainya, “Hai Jibril, apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita?” Maka Jibril a.s. menjawab, “Kebenaran belaka, dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” Dan mereka mengucapkan hal yang sama seperti apa yang disampaikan oleh Jibril. Lalu Jibril dalam membawa wahyu itu sampai ke tempat yang diperintahkan oleh Allah, baik di langit atau di bumi.”
Peristiwa penjagaan langit dengan penjagaan ketat itulah yang menggerakkan jin untuk mencari penyebabnya. Lalu mereka menyebar ke arah timur dan arah barat belahan bumi untuk mencari berita penyebabnya. Akhirnya mereka menjumpai Rasulullah Saw. sedang membaca Al-Qur’an dengan para sahabatnya dalam salat. Maka mereka mengeahui bahwa karena orang inilah langit dijaga ketat, lalu b erimanlah kepadanya jin yang mau beriman, dan jin yang lainnya  tetap pada kedurhakaan dan kekafirannya, Hal ini disebutkan di dalam hadis Ibnu Abbas pada gtafsir surat Al-Ahqaf, tepatnya pada firman-Nya :
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an. (Al-Ahqaf:29), hingga akhir ayat.
Dan memang tidak diragukan lagi bahwa ketika peristiwa itu terjadi, yaitu banyaknya bintang yang menyala di langit dan selalu siap untuk dilemparkan di kalangan manusia dan jin; mereka kaget dan merasa takut dengan peristiwa tersebut. Mereka mengira bahwa alam ini akan hancur, sebagaimana yang dikatakan oleh As-Saddi berikut ini. Bahwa sebelumnya langit tidak dijaga, melainkan bila di b umi terdapa seorang nabi atau agama Allah akan memperoleh kemenangan. Tersebutlah pula bahwa setan-setan sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus mempunyai pos-posnya tersendiri di langit yang terdekat untuk mendengar-dengarkan berita dari langit menyangkut peristiwa yang akan terjadi di bumi. Dan setelah Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul, setan-setan itu dilempari dengan panah-panah berapi di suatu malam maka kagetlah penduduk Taif dengan peristiwa tersebut. Mereka mengatakan, “Penduduk langit telah binasa.”Mereka mengatakan demikian karena melihat hebatnya api yang menyala di langit dan bintang-bintang meteor di malam itu simpang siur di langit menjadikan langit terang benderang.
Maka mereka memerdekakan budak-budaknya dan melepaskan ternak mereka, lalu Abdu Yalil ibnu Amr ibnu Umair berkata kepada mereka, “Celakalah kalian, hai orang-orang Taif, tahanlah hargta benda kalian. Dan lihatlah dengan baik olehmu tempat-tempat bintang-bintang itu. Jika bintang-bintang itu masih tetap pada tempatnya masing-masing berarti penduduk langit tidak binasa. Sesungguhnya kejadian ini tiada lain karena  Ibnu Abu Kabsyah, yakni Nabi Muhammad Saw. Dan jika kalian lihat bintang-bintang tersebut tidak lagi berada di tempatnya masing-masing, berarti penduduk langit telah binasa.” Maka mereka memandang langit dengan pandangan teliti, dan ternyata mereka melihat bintang-bintang itu masih ada ditempatnya, akhirnya mereka menahan harta mereka dan tidak dilepaskan lagi.
Setan-setan terkejut dengan peristiwa tersebut di malam itu, maka mereka menghadap kepada iblis pemimpin mereka dan menceritakan kepada mereka, “Dadatangkanlah kepadaku dari tiap-tiap kawasan bumi segenggam tanah, aku akan menciumnya,” Lalu iblis menciumnya dan berkata, “Ini gara-gara temah kalian yang ada di makkah.” Maka iblis mengirimkan tujuh jin dari Nasibin, dan mereka datang ke Mekah, maka mereka menunjupai Nabi Allah sedang berdiri mengerjakan salatnya di Majidil Haram dalam keadaan membaca Al-Qur’an. Mereka makin mendekatinya karena ingin mendengarkan bacaan Al-Qur’an, dan hampir saja bagian yang menonjol dari tenggorokan mereka menyentuh Nabi saw. Kemudian mereka masuk Islam, maka Allah SWT. menurunkan wahyu-wahyu-Nya kepada Nabi-Nya yang menceritakan perihal mereka.
}  TAFSIR: AYAT 11-17
Allah SWT. berfirman:
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shaleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada) Nya dengan lari. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al Qur'an), kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api neraka Jahanam". Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam adzab yang amat berat.” (QS. Al-Jin, 72: 11-17).
}  TAFSIR: AYAT 19
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.” (QS. Al-Jin,72: 19).
Bahwa ketika jin melihat Nabi saw. sedang mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, maka mereka ikut rukuk dan sujud bersama Nabi Saw. Mereka sangat kagum dengan ketaatan para sahabat kepada beliau Nabi Muhammad saw.

>> TAFSIR SURAT AL-AHQAF <<

[ TAFSIR IBNU KATSIER JUZ 26 hal.54 dst.] SURAT AL-AHQAF, 46: 29-32
PENDAHULUAN
Di dalam surat yang sedang kita tafsirkan ini, mulailah dibicarakan suatu soal ghaib yang termasuk menjadi pokok kepercayaan dalam Islam. Yaitu soal jin.
Ada tersebut bahwasannya makhluk Allah Ta’ala itu ada yang kasar bertubuh nampak, yaitu manusia dan ada yang halus, tidak nampak oleh manusia, tetapi disebut namanya dan diakui adanya oleh Al-Qur’an sendiri, yaitu: (1) Malaikat, (2) Iblis, Syaitan dan (3) Jin.
Dikatakan bahwasannya manusia terjadi daripada tanah, sebagaimana manusia pertama (Adam) dan jenis keturunan manusia selanjutnya, keturunan dari Adam adalah dari percampuran mani jenis laki-laki dan jenis perempuan. Tetapi boleh juga disebut dari tanah, sebab suburnya mani dalam tubuh manusia pun berasal dari subur makanannya yang diambil dari tanah juga. Kemudian  disebutkanlah bahwasannya asal kejadian jin dan asal kejadian syaitan adalah satu pula, yaitu daripada gejala api. Maka tersebutlah nama jin di dalam Al-Qur’an tidak kurang dariapda 22 tempat (ayat).
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an,..” (pangkal ayat 29).
Permulaan ini telah menyatakan dengan tegas, daripada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad saw. bahwasannya jin itu terang ada. Sampai ada di antara mereka itu yang datang MENGHADIRI MAJLIS TAKLIM Rasulullah saw. dan mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Nabi saw. atau diulangkan oleh sahabat-sahabat Nabi yang turut hadir di waktu itu. Dan Al-Qur’an dengan sendirinya pula telah menjelaskan pula bahwa Jin itu mengerti bahasa yang dipakai oleh Rasulullah saw. yaitu bahasa Arab.
Al-Qur’an sendiri menyebutkan asal kejadian jin, yaitu dari nayala api. Allah SWT berfirman: “dan Dia menciptakan jin dari nyala api”. (QS. Ar-Rahman, 55: 15). Kalau menilik bunyi ayat ini tegas tegas sekali bahwa asal kejadian jin bukanlah semata-mata dari barang ghaib, melainkan dari barang [materi] yang nyata,  sebagaimana di ayat sebelumnya dikatakan bahwa asal kejadian manusia adalah daripada tanah liat bagai tembikar. Sekarang dengan jelas Tuhan mengatakan bahwa ada satu makhluk bernama Jin. Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan tentang Jin itu.
Iblis pernah mengatakan kepada Tuhan apa sebab dia tidak mau sujud kepada Adam.  Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Al-A’raf, 7: 12).
Dan Iblis itu adalah dari Jin sebagai tersebut dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi,18:50).
Dan dikatakan pula bahwa Jin itu bisa melihat manusia, tetapi manusia tidak bisa melihat mereka: “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka”. (QS. Al-A’raf, 7: 27).
Dan mereka pun bisa hidup di muka bumi ini, sebagai kita manusia, meskipun kita manusia tidak dapat melihat dimana mereka berada di muka bumi itu. Sebab Tuhan berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan". (QS. Al-Baqarah,2: 36; / QS. Al-A’raf, 7: 2425).
Dalam Al-Qur’an juga tersebut bahwasannya Nabi Sulaiman dapat mempekerjakan Jin itu membantu dia terutama ketika membangun Mesjid Sulaiman yang terkenal. [QS. Saba, 34: 12-14).
Di luar bumi ini pun, di ruang angkasa luas mereka pun dapat hidup. Tuhan berfirman tentang itu dari perkataan Jin: “dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (QS. Al-Jin, 72: 8-9).
Dan jin itu pun dapat pula menanamkan pengaruhnya ke atas manusia yang lemah, sehingga dapat disesatkan, kecuali orang-orang yang teguh imannya kepada Allah.
“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”. (QS. Al-Hijr, 15: 39).
Dan mereka pun dapat menerima petunjuk Tuhan dan dapat juga berjalan sesat:
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api neraka Jahanam". (QS. Al-Jin,72: 14-15).
Artinya, Jin yang Islam menempuh jalan yang benar dan lurus, yang menyeleweng dan sesat menjadi penyala api neraka. Dengan mengambil alasan dari bunyi ayat bahwa mereka mendengar Al-Qur’an diturunkan lalu yang mendengar itu datang kepada kaumnya sendiri untuk berdakwah memberi ingat, maka jelaslah bahwa yang memberi ingat itu telah terlebih dahulu telah mendapat petunjuk.
Itulah beberapa uraian yang kita pilih intisarinya daripada 22 ayat yang menyebutkan tentang adanya jin itu di dalam Al-Qur’an. Maka dalil-dalil dari  dalam Al-Qur’an itu sudahlah cukup.  Ada juga keterangan yang lain-lain tentang cerita-cerita dan pengalaman manusia bertemu dengan jin atau bersahabat dengan ji,kawin dengan jin dan sebagainya. Maka yang demikian itu tidaklah kuat dasarnya.
}  JIN, MENDENGAR AL-QUR’AN
Allah Ta’ala berfirman:
Al-Ahqaf 29  32.jpg
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari adzab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari adzab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahqaf, 46: 29-32).
}  Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr, bahwa ia pernah mendengar Ikrimah menceritakan hadits berikut dari Az-Zubair sehubungan dengan firman Allah SWT.:
al-ahqaf 29a.jpg
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an.” (QS. Al-Ahqaf, 46: 29).
Az-Zubair mengatakan bahwa kejadian ini di Nakhlah saat Rasulullah saw. sedang membaca Al-Qur’an dalam shalat subuhnya.
jin19.jpg
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.” (QS. Al-Jin,72: 19).
Sufyan mengatakan bahwa sebagian dari jin-jin itu berdesak-desakan dengan sebagian lainnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kamiAffan,telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dan telah menceritakan kepada kami Imam Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah, bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Ali ibnu Ahmad ibnuAbdan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaid As-Saffat, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan Abu Uwwanah, dariAbu Bisyr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah aw. tidak pernah membacakan Al-Qur’an kepada jin dan tidak pula beliau melihat mereka. Rasulullah aw. berangkat bersama segolongan sahabat menuju pasa Ukaz. dan saat itu antara setan dan berita dari langit telah dihalag-halangi, karena langit telah dijaga oleh bintang-bintang yang menyala-nyala (meteor) yang melempari setan yang hendak mencuri-curi dengan dari berita langit, maka setan pun kembali kepada kaumnya.
Maka kaumnya bertanya, “Mengapa kalian?” Setan-setan itu menjawab, “Telah dihalang-halangi antara kami dan berita dari langit, dan dikirimkan bintang yang menyala-nyala mengejar kami.” Kaumnya berakta, Tiada yang menjadi penyebab kalian dihalang-halangi dari berita langit, melainkan telah terjadi sesuatu peristiwa. Maka berangkatlah kalian ke belahan timur dan barat bumi, lalu carilah penyebab yang menghalang-halangi kalian dari berita langit itu!”.
Maka berangkatlah mereka menjelajahi belahan timur dan barat bumi untuk mencari orang yang menajdi penyebab yang menghalang-halangi mereka dari berita langit. Serombongan jin berangkat menuju ke arah Tihamah yang saat itu Rasulullah aw. sedang berada di Nakhlah dalam perjalanannya menuju pasar ‘Ukaz. Rasulullah sedang melakukan salat subuh mengimani para sahabatnya. Ketika jin-jin itu mendengar bacaan Al-Qur’an, maka mereka mendengarkannya, lalu mengatakan, “Demi Allah, inilah yang menjadi penyebab kalian dihalang-halangi dari berita langit.”
Dan ketika rombongan jin itu kembali kepada kaumnya, mereka berkata kepada kaumnya:
Pada waktu setelah jin itu kembali kepada teman-teman mereka yang telah menunggu, berkatalah mereka:
jin  1 2.jpg
“Sesungguhnya kami telah mendengar Al-Qur’an yang menakjubkan itu, memberi petunjuk kepada jalan yang benar, maka kami pun telah percaya kepadanya; dan sekali-sekali tidaklah kami akan mempersekutukan Tuhan  kami dengan yang lain.” (QS. Al-Jin, 72: 1-2)
Dan Allah SWT menurunkan pula firman-Nya kepada Nabi Muhammad saw.”
jin  1 .jpg
“Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur'an), lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur'an yang menakjubkan.” (QS. Al-Jin, 72: 1).
Dan sesungguhnya yang diwahyukan kepada Nabi Saw. hanyalah menceritakan tentang ucapan jin kepada kaumnya. Imam Bukhari telah meriwayatkan hadits ini dari Musadda dengan lafaz semisal. Imam Muslim meriwayatkannya melalui Syaiban Ibnu Farukh, dari Abu Uwwanah dengan sanad yang sama. Imam Tirmidzi dan Imam Nasa’i telah meriwayatkannya di dalam tafsirnya melalui hadits Abu Uwwanah.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Israil, dariAbu Ishaq, dari Sa’idibnu Jubair, dari Ibnu Abbas ra. yang mengaakan bahwa dahulu jin dapat mendengarkan wahyu-wahyu (mencuri-curi dengar dari berita langit), maka mereka mendengarkan satu kaliamt, lalu mereka membumbuhinya (menambahinya) dengan sepuluh kalimat. Maka apa yang mereka dengar itu adalah benar dan apa yang mereka tambahkan itu adalah batil. Dan pada masa itu bintang-bintang masih belum dilemparkan kepada mereka. Tetapi ketika Rasulullah aw. diutus, maka tidak sekali-kali seseorang dari mereka menempati tempat kedudukannya (di pengintaian), melainkan dilempar dengan panah yang berapi (bintang yang menyala-nyala) yang membakar yang dikenainya.
Lalu melaporlah kepada pemimpin mereka, yaitu Iblis. Maka berkata Iblis, “Ini tidak lain hanyalah karena ada sesutu perkara yang terjadi.” Lalu iblis menyebarkan bala tentaranya, dan tiba-tiba bala tentara iblis bersua dengan Nabi saw. yang sedang salat di antara kedua bukit Nakhlah. Lalu mereka mendatanginya, dan sepulang dari itu mereka menceritakan hal itu kepada iblis, lalu iblis berkata, “Inilah yang dimaksud dengan kejadian di bumi.”
[Imam Turmidzi dan Imam Nasa’i di dalam kitab tafsir masing-masing, bagian darikitab sunnah masing-masing, telah meriwayatkan hadits ini melalui Israil dengan sanad yang sama. Imam Turmidzi mengatakan bahwa hadist ini hasan shahih. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ayyub, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas ra. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abba ra.]
Hal yang sama telah dikatakan oleh Hasan Al-Basri, baha sesungguhnya Nabi saw. tidak merasakan keberadaan mereka (jin-jin yang mendengarkan bacaannya) sebelum Allah SWT menurukan wahyu kepadanya dan menceritakan perihal mereka.
Ibnu Ishaq menuliskan di dalam sirah Ibnu Hisyam yang terkenal bahwa beberapa daripada jin itu ketika Rasulullah saw keluar ke negeri Thaif hendak mencari pertolongan buat menangkis penderitaan-penderitaan yang ditimpakan orang Thaif dari kaum Tsaqiif, sesudah meninggal paman beliau Abu Thalib, dan ketika sangat hebat pukulan kepadanya kaum Musimin di Makkah dan ketika kaum Tsaqiib telah menolaknya dengan sangat kasar, sampai anak-anak pun mereka kerahkan buat menyakiti Nabi saw. sampai berdarah kaki beliau, maka pada waktu itu beliau berdoa kepada Tuhan, bermunajat, mengadukan halnya kepada Tuhannya:
doa.jpg
“Ya Allah, sesungguhnya aku mengadu kepada Engkau lemahnya kekuatanku dan minimnya upayaku serta kecilnya diriku di mata orang lain (musyrik Makkah). Wahai Yang Maha Pemurah di antara para pemurah, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah, Engkaulah Tuhanku, lalu kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Apakah kepada musuh-musuh yang jauh yang kelak akan menghinaku ataukan kepada temah yang dekat yang Engkau serahkan urusanku kepadanya? Jika Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, tetapi  pema’afan-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung kepada Cahaya Dzat-Mu yang menerangi semua kegelapan dan dapat memperbaiki urusan dunia dan akhirat. Janganlah Engkau turunkan murka-Mu kepadaku atau Engkau timpakan kepadaku murka-Mu, dan hanya kepada Engkaulah memohon ridha hingga Engkau ridha, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali denganpertolongan-Mu”.
Setelah itu, maka Rasulullah Saw. meninggalkan Thaif lalu menuju ke Makkah. Karena sudah putus harapan beliau akan disambut baik oleh orang Tsaqiif, sehingga bilamana beliau sampai di suatu tempat bernama Nakhlah, berhentilah beliau lalu shalat di tengah malam, pada waktu itu melintas di sana beberapa jin yang disebutkan oleh Allah Ta’ala itu, mereka ada tujuh, yaitu jin dari negeri Nashibiin. Ketujuh jin itu mendengar ketika Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dalam shalatnya. Setelah Rasulullah saw. shalat maka ketujuh jin itu berpaling lalu pergi menemui kaumnya dan semuanya dalam keadaan beriman. Kedatangan ketujuh jin itulah yang dijelaskan Tuhan kepada Rasulullah sawa. di dalam ayat 29 ini dari surat Al-Ahqaf, bahwa mereka mendengarkan Al-Qur’an, dansetelah itu mereka pun berpaling lalu datang kepada kaum mereka dan memberitakan apa-apa yang mereka dengar di dalam shalat Rasulullah saw.
Maka di dalam ayat ini dengan jelas kita baca bahwa Allah Ta’ala sendirilah yang memberitahukan kepada Rasulullah saw. bahwa jin melihat beliau dan jin mendengar bacaan beliau ketika sedang shalat itu. Allah pula yang menerangkan pada Hadits pertama riwayat al-Bukhari tadi, bahwa di kalangan  jin menjadi ribut dan tercengang karena berita langit telah terputus mereka terima, tidak mereka dengar sebagai dahulu lagi, sehingga sudah sukar bagi jin atau iblis memberikan ramalan atau tenung bagi orang yangi ingin mengetahui nasib zaman yang akan datang. Rupanya setelah mendengar al-Qur’an yang dibaca Nabi saw. barulah mereka tahu apa sebabnya, maka percayalah kepada Tuhan, siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, sehingga mereka pun menjadi jin-jin yang Muslim.
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Asim, dari Zur, dari Abdullah ibnu Mas’ud ra. yang mengatakan bahwa jin-jin itu turun menemui Nabi Saw. yang saat itu sedang membaca Al-Qur’an di lembah Nakhlah. Ketika mereka mendengar bacaanya, mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan mengatakan kepada teman-temannya, “Diamlah!” jumlah mereka adalah sembilan jin, yang salah satu dari mereka berupa zauba’ah (angin puyuh). Maka Allah menurunkan firman-Nya:
alahqaf 20 set.jpg
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (QS. Al-Ahqaf, 46: 29).


}  KALANGAN JIN YANG MENDENGAR AL-QUR’AN TERTARIK OLEH BACAAN ITU DAN TERPESONA;  LALU SEMUANYA MENYATAKAN DIRI MASUK ISLAM, KEMUDIAN SETELAH ITU, SEMUANYA PULANG KAMPUNG (KE KAUMNYA) UNTUK BERDAKWAH.
Dalam firman-Nya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (QS. Al-Ahqaf, 46: 29).
Ujung ayat ini membuktikan bahwasannya jin yang mendengar itu tertarik oleh bacaan itu dan terpesona, dan kagum oleh shalat Rasulullah saw., lalu semuanya menyatakan diri masuk Islam kemudian semuanya pulang ke kampung halamannya untuk menemui kaumnya dan memberi ingat kaumya pula supaya patuh dan taat kepada apa yang tersebut dalam bunyi ayat-ayat yang dibaca Nabi saw. itu.
}  KALANGAN JIN MENGUNDANG RASULULLAH SAW. UNTUK MENGADAKAN MAJLIS TAKLIM
Imam Baihaqi  mengatakan bahwa apa yang telah diceritakan oleh Ibnu Abbas ra. tiada lain permulaan jin mendengar bacaan Rasulullah saw. dan mereka baru mengetahui keadaanya. Pada kali itu beliau tidak membacakan Al-Qur’an kepada mereka dan tidak melihat mereka. Sesudah itu datanglah undangan jin kepadanya, maka barulah beliau membacakan kepada mereka Al-Qur’an dan menyeru mereka kepada Allah SWT. sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Mas’ud ra.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Daud,dari Asy-Sya’bi dan Ibnu Zaidah, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Asy-Sya’bi, dari ‘Alqamah yang mengatakan bahwa aku bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud ra., “Apakah Rasulullah Saw. membawa seseorang dari kalian di malam jin?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Tiada seorang pun dari kami yang menenaminya, tetapi kami merasa kehilangan beliau di suatu malam di Mekkah,  maka kami mengatakan, “Beliau diculik.’ Aku merasa curiga, dan kami tidak dapat memikirkan apa yang harus kami perbuat.”
Ibnu Mas’ud melanjutkan kisahnya, bahwa malam itu kami jalani dengan perasaan tidak menentu. Dan ketika malam menjelang Subuh atau di waktu fajar, tiba-tiba kami melihat beliau saw. dalam kegelapan datang dari arah Hira. Lalu kami berseru, “Wahai Rasulullah!” Kemudian kami menceritakan perihal kecemasan kami terhadap beliau selama beliau tidak bersama kami. Maka Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya telah datang kepadaku utusan dari jin, maka aku temui mereka dan kubacakan (Al-Qur’an) kepada mereka.”
Kemudian Nabi saw.pergi dan memperlihatkan kepada kami bekas perapianmereka dan jejak-jejak mereka.
Asy-Sya’bi mengatakan bahwa para sahabat menanyakan kepada Rasulullah saw. megenai makanan yang dikomsusi jin. Amir mengatakan bahwa mereka menanyakan kepada Nabi saw.di Mekah, para jin itu berasal dari jin yang ada di Jazirah Arabia. Maka Nabi saw. menjawab:
“Semua tulang hewan yang disebutkan nama Allah (saat menyembelihnya) yang berada di tangan kalian dalam keadaan masih ada dagingnya, dan semua kotoran atau tahi hewan ternak kalian.”
Kemudian beliau saw. bersabda:
“Maka janganlah kalian beristinja (bersuci) dengan memakai keduanya, karena sesungguhnya keduanya adalah makanan saudara kalian.”
Jalur lain diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra. Abu Jafar ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari As-Zuhri, dari Abdillah yang mengatakan bahwa sesungguhnya Abdullah bin Mas’ud ra. pernah mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Tadi malam aku semalamam membacakan Al-Qur’an kepada jin sambil berdiri di Al-Hujun.”
Jalur lain menyebutkan bahwa Abdullah ibnu Mas’ud ra. di malam yang lain ikut bersama Rasulullah saw. di malam pertemuannya dengan jin. Ibnu Jarir mengatakan , telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku Abdulah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Abu Usman ibnu Syabbah Al-Khuza’i, salah seorang ulama penduduk Syam yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya Abdullah bin Mas’ud pernah menceritakan bahwa Rasulullah aw. pernah bersabda kepada para sahabatnya ketika masih di Mekkah:
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin menghadiri urusan dengan jin malam ini, ia dapat ikut aku.”
Maka tiada seorang pun dari mereka yang datang selain diriku (Ibnu Mas’ud). Ibnu Mas’ud melanjutkan kisahnya, “Lalu kami berangkat. Ketika kami sampai di dataran yang paling tinggi di Mekkah, maka Rasulullah saw. membuat garis dengan kakinya dan memerintahkan kepadaku untuk duduk di garis itu.
Kemudian Nabi Saw. menjauh dariku dan mulai membaca Al-Qur’an. Maka beliau dikerumuni oleh makhluk yang banyak sekali jumlahnya sehingga menghalang-halangi pendanganku untuk dapat melihat beliau saw. dan aku pun tidak dapat mendengar suaranya. Kemudian mereka bubar bagaikan kumpulan awan yang bergerak pergi sehingga hanya segolongan dari mereka (jin) yang masih ada bersama beliau.
Tetapi Rasululluah saw. terkejut dengan tibanya waktu fajar, lalu beliau pergi buang air di tempat yang lapang, setelah itu beliau mendatangiku dan bertanya kepadaku, Kemanakah rombongan jin itu?” Aku menjawab, “Itulah mereka, wahai Rasulullah,’ lalu Rasulullah saw. memberi mereka tulang dan kotoran hewan yang telah kerng sebagai bekal mereka. Kemudian beliau melarang seseorang bersuci dengan memakai kotoran hewan yang telah kering atau tulang.

1 komentar: